Warm: Gimanapun Kondisi Jalan, Pasti Bisa Dilewati Kalau Yakin Itu Bisa Dilewati

Walaupun jarang bertemu, saya sudah cukup lama mengenal Om Warm. Pria bernama asli Ridwan ini adalah seorang blogger yang handal dan bersemangat. Dulu ketika saya awal ngeblog dan kini ketika saya kembali ngeblog, blognya adalah salah satu yang rutin saya kunjungi. Tulisannya renyah, mengalir dengan alami, dan memiliki gaya yang distingtif. Saya berani bilang, kalaupun namanya tak dicantumkan sebagai penulisnya, saya akan tetap tahu itu tulisannya. 

Seminggu yang lalu, ketika baru datang di Yogyakarta, saya nongkrong dengannya. Dia bercerita tentang berbagai hal, mulai dari kuliahnya, pekerjaannya, passion-nya bersepeda, hingga proyeknya membuat e-book tentang bersepeda. Pertemuan itu tidak lama. Mungkin sekitar satu setengah jam. Dia tidak minum kopi, tidak pula teh, hanya air putih. Dan itu cocok sekali dengan dirinya. Seolah jika orang Perancis minum wine, orang Jerman minum bir, Om Warm air putih. 

Dia adalah orang yang kesederhanaannya saya kagumi. Tidak banyak orang di sekitar saya sepertinya. Besar di Jakarta (sampai eneg dan memutuskan untuk pindah), saya lebih banyak mengenal orang yang kadar keserakahannya melebihi galaksi. Tapi Om Warm tidak begitu. Jika kamu sudah nonton Guardians of the Galaxy, dia adalah Groot. Dia bisa saja memukul, tapi, di saat bersamaan, juga memiliki banyak kebaikan sehingga memori yang kita miliki tentangnya hanya yang baik-baik. 

Itulah kenapa Om Warm adalah orang kedua yang saya wawancara untuk Interview Orang-orang Seindah SenjaSaya ingin kita semua, tidak hanya saya, belajar sesuatu dari manusia yang indah ini. 

warm

Elia: Kamu berasal dari Kalimantan dan kini sedang berada di Yogyakarta untuk kuliah. Sebagai seorang laki-laki yang bisa dibilang perantau dan suka bertualang, sejauh apa perjalanan dan kotamu saat ini memengaruhimu, terutama dalam caramu melihat dirimu? Apa hal-hal yang menjadikanmu dirimu, menjadikan Om Warm Om Warm? 

Warm: Sebenarnya ada dua sisi yang aku rasakan saat berjalan jauh meninggalkan ‘rumah’. Di satu sisi capek, karena meninggalkan itu seperti memanggul ransel berat yang berisi keinginan untuk menoleh balik dan pertanyaan kapan pulang lagi. Meninggalkan rumah adalah menanam rindu yang berbahaya dan mematikan. Di sisi lain, aku kadang tergelitik untuk survive dari hal itu dan berusaha meyakinkan diri bahwa sejauh apa pun perjalanan, semua pada akhirnya akan baik-baik saja. Walau kadang harus ‘tersesat’ dalam perjalanan, itu cara untuk aku tahu kalau kadang harus memutar balik dan lanjut berjalan.

Dan selain tempat-tempat (tak cuma kota haha) yang aku lalui, aku bisa ketemu orang-orang baru, dengan hal-hal yang sering kali baru aku lihat—misalnya ketemu lelaki ajaib yang asik seperti kau haha. Siapa pun dalam perjalanan adalah guru buatku dan aku selalu berusaha mengambil sesuatu untuk dipelajari. Aku suka ngobrol dengan orang karena itu pembelajaran bagiku, dari cerita hidup orang-orang.

Dari titik itu aku makin menyadari kalau aku ini memang harus terus ngaca, harus terus sadar kalau berjalan ke mana pun tak boleh dengan wajah menengadah menantang langit. Belajar membuat mulut dan otak lebih hati-hati dalam menilai orang lain, belajar untuk belajar lebih baik lagi.

Aku sendiri rasanya masih berjalan sambil mengumpulkan puzzle diriku yang sebenarnya. Rasanya sekarang aku masih dalam proses belajar yang panjang untuk menjadikan aku sebagai aku. Sedikit bodoh memang sepertinya haha.

Elia: Salah satu hal yang paling mengesankan saya dari dirimu adalah jiwa sosialmu. Saya merasa pada zaman modern ini, semakin sedikit orang yang mau ‘ke luar jalur’ untuk membantu orang lain. Semua orang sibuk dengan urusan masing-masing. Saya sendiri membagi dengan strict antara waktu untuk membantu diri sendiri dan waktu untuk membantu orang lain. 

Tapi kamu tidak seperti itu. Kamu selalu peduli, selalu siap untuk mengulurkan tangan bagi orang lain, yang mana itu adalah hal yang saya kagumi karena butuh energi besar. Pertanyaan saya, bagaimana kamu bisa memiliki energi yang seperti tidak terbatas untuk peduli dan membantu orang lain? Apa dorongan utamamu? Apa ‘bahan bakar’ energi itu? 

Warm: Sebenarnya aku sangat belum apa-apa. Cuma berusaha membantu orang lain, terutama teman, sebisa aku mampu. Dorongannya, keyakinan kalau ngebantu orang lain itu sama sekali tak ada ruginya dan seneng ngeliat orang lain bisa seneng. Sesimpel itu mungkin. Mungkin energinya juga dari situ kali, ya.

Proses ‘ngasih’ harusnya memang lebih menyenangkan daripada ‘minta’. Ya walaupun kalau iseng diingat-ingat, akunya ya masih terlampau minta daripada ngasih. Memalukan memang, haha, jadi ya biar dunia imbang lah, toh suatu ketika kita pasti berada di dua titik itu. Mungkin juga berusaha ngebantu orang lain—padahal sering gak mampu juga untuk itu—itung-itung ngimbangin sisi diri yang masih banyak jahatnya. 😀

Elia: Kita sama-sama memiliki passion untuk menulis. Kamu sudah ngeblog bertahun-tahun dan masih rutin menerbitkan entri baru. Menurut saya, kamu adalah penulis yang potensial karena kamu punya gaya yang kuat, yang dapat dikenali dalam sekejap. 

Ada yang membuat saya penasaran. Salah satu alasan saya menulis adalah saya dapat memahami hal-hal yang tak akan pernah saya pahami jika tidak menulis. Menulis membuat saya mengerti lebih baik. Apakah kamu begitu juga? Jika ya, apa contoh pemahaman yang pernah kamu peroleh saat menulis—yang mungkin tak akan pernah singgah di kepalamu jika tidak melakukannya? 

Warm: Hal-hal baru kala nulis, yang jelas aku bisa memahami apa, ya…. Duh, soal nulis ini bikin malu, sih. Aku masih belum bisa bekerja keras nyiptain ‘penjara’ sepertimu. Yang jelas, nulis bagiku adalah pengingat kaitan satu hal dengan yang lainnya. Jadi, nulis kadang eh sering bikin aku menemukan makna baru atas suatu hal, sisi lain dari suatu hal.

Yang jelas sih aku harus membaca, membaca ulang, dan (lagi-lagi) belajar sabar lagi. Yang membuat diriku sebal adalah sering lupa kalau sebuah tulisan haruslah punya tujuan, kerangka dan kesimpulan, juga titik kompromi.

Jadi malu sebenarnya ngomongin soal tulisan. Lha aslinya tulisanku masih tak punya empat poin di atas secara utuh. Ganti topik ke pertanyaan selanjutnya aja, ya, hahaha….

Elia: Tentang passion-mu bersepeda, saya ingin mengajukan pertanyaan yang sama. Apa ada pemahaman (atau pelajaran) yang kamu peroleh saat bersepeda—yang mungkin tak akan pernah kamu peroleh jika tidak melakukannya? Apa yang paling berkesan? 

Warm: Tentang sepedaan ini sudah aku posting di blog dengan judul Tentang Sepeda #1: IntroKurang lebih begitu adanya. Selain itu, aku mengasah keyakinan kalau gimanapun kondisi jalan, pasti bisa dilewati kalau yakin itu bisa dilewati. Tentunya harus belajar menekan ego kalau sebenernya kekuatanku itu ada batasnya. Tapi itu bukan untuk diingat-ingat juga saat di jalan. Ntar gak nyampe-nyampe lagi. 😀

So far, perjalanan paling berkesan adalah perjalanan terjauh, mengelilingi Merapi dalam sehari, dengan kondisi jalan relatif nanjak (lengkapnya tentang ini ada di blognya Simbok Venus, sok-sok jadi penulis tamu ceritanya hehe). Satu lagi, saat dulu kala tak mengerti sama sekali tentang sepeda, tapi nekat ngapelin pacar yang jauh gara-gara tak punya modal, mungkin sekitar 30 kilometer dilalui dalam keadaan galau hahaha….

Elia: Pertanyaan terakhir, untuk apa kamu ada di dunia? Apa kamu percaya hidupmu memiliki tujuan khusus atau secara umum hidup ini tidak berarti? 

Warm: Jujur, aku tak mengerti dan tak tahu pasti kenapa aku ‘ada’ di dunia. Tapi karena aku yakin akan ketentuan-Nya, aku tahu keberadaanku pasti ada artinya. Karena menurutku, dunia ini adalah sistem yang kompleks. Teramat kompleks. Jadi, aku mikirnya sederhana saja. Jelas siapa pun punya arti dan posisi masing-masing, bahkan untuk orang yang merasa hidupnya tak punya arti. Yang pasti, semua orang terlahir untuk belajar menggunakan fungsi panca indra dan apa pun yang ada pada dirinya, sesuai dengan gunanya.

 

*Photo Courtesy of Om Warm

13 thoughts on “Warm: Gimanapun Kondisi Jalan, Pasti Bisa Dilewati Kalau Yakin Itu Bisa Dilewati

  1. Saya merasa terhormat bisa hadir menjadi bagian disini euy. Jd ngerasa gimana gitu, walaupun mungkin sebenarnya saya mungkin tak sebagus dgn apa yg diilustrasikan diatas. Tp ya at least, saya berusaha utk menuju itu.

    Makasih banyak2, bung. Nanti kita ngobrol2 lagi 😀

    1. Saya juga jadi ngerasa gimana gitu…. Tapi saya sih emang selalu ngerasa gimana gitu halah. Sama-sama, Om. Makasih banyak udah luangin waktu untuk jawab pertanyaan-pertanyaan saya yang ribet huehe 😀

  2. Aku tau link blog ini dari Bang Warm loh! Semacam merasa disambungkan gitu … atau dicomblangkan? 😀 Dan saya suka blog ini dan juga blognya Bang Warm. Semacam blog-blog yang frekuensinya bisa saya tangkap. 😀

Leave a reply to Kimi Cancel reply